Tuesday, August 19, 2014

Puisi untuk Cikgu


Aku menghirup udara pagi hari ini, melegakan sukma juga jiwa. Tersembul ujung matahari pada cerahnya langit pagi,membuat panorama pagi ini seakan sempurna. Sebagaimana Tuhan memiliki skenario sempurna untuk hamba-hamba kecintaanNya. Aku teringat akan dirimu melalui kisah-kisah mahabbah yang telah kau lalui sebelum pada akhirnya skenario sempurnaNya terlimpahi untukmu.

 
Sudah banyak hati yang telah kau lalui dalam menemukan sejatinya cinta dan aku tahu bagaimana payahnya mengikuti alur didalamnya. Banyak goda, haru, juga lelah yang mengharubiru didalamnya. Yang pada awal ceritera diawali dengan kisah manis hingga mencipta harapan-harapan pelangi setelahnya, namun yang dialami hanyalah jatuhan hujan-hujan lebat pada hati. Saat itu mungkin hanya janji Tuhan yang menguatkan bahwa ujung dari kesabaran adalah layaknya buah yang manisnya melebihi madu. Mencoba mengeja kerja-kerja ikhlas saat harapan pelangi itu ternyata kau dapati hanyalah sebuah fatamorgana langit sendu. 


Aku teringat kisah-kisah di mana kita habiskan masa bercerita tentang dia dan dia yang masing-masing memiliki ritme melodi didalamnya. Ketika cita-cita merajut rumah barakah sangat ingin kau lukis dengan tinta-tinta kehidupanmu, namun belum jua rencana baikNya menyapamu. Saat hati pun mulai dikuat-kuatkan memaksa untuk ditegarkan seperti laiknya batu karang yang tetap tegar meski terhempas tiupan ombak dalam hitungan tak hingga, kau lebih memilih terus menjalani hari menatap masa di akan datang bahwa cinta kemarin lalu hanyalah batu godam penimpa jiwa agar ia semakin tumbuh mendewasa. 


Benar bahwa pepatah bijak mengajari bahwa kita akan dipasangkan pada ptongan-potongan puzzle kehidupan yang salah terlebih dahulu sebelum pada akhirnya di masa kemudian kita pun menemukan potongan puzzle pelengkap sempurna kehidupan kita. Tentang waktu dan tentang siapa, yang dulu masih menjadi rahasia di kerajaan langitNya terjawab sudah dengan sempurnanya jalan cerita hidup dariNya. Rumah barakah yang dulu hanya menjadi harap-harap langit, kini telah membumi pada pijakan kakimu. Lelaki itulah yang Allah cipta dengan keadaan sebaik-baiknya jiwa hanya untukmu, yang tengah berjanji akan selalu ada menjaga juga membimbingmu hingga syurga mampu kalian jejaki didalamnya. Seorang lelaki yang menjadi penyempurna separuh agama agar taat padaNya makin dekat dan lekat.


Untuk Cikgu, selamat menempuh pelangi kehidupan yang baru. Aku tahu akan ada mejikuhibiniu pelangi yang akan tercipta pada masa kehidupan mendatang. Kadang ia berwarna merah ataupun jingga saat cerita-cerita madu sedang kalian nikmati, namun kadang mungkin akan berwarna biru nila saat kerikil-kerikil kehidupan harus kalian lewati. Namun apapun guratan warna pelangi didalamnya, semoga semua tetap mengakar kokoh pada ketaatan Sang Khalik, agar rumah barakah yang kalian cipta tersenyumi oleh Allah dan juga senantiasa terhujani do’a-do’a para malaikat suci.


Barakallahulaka wabaraka alayka wa jama’i baynakuma fii khaiir..
Ana uhibbuka fillah, aku mencintaimu karena Allah :”)

-sepenuh cinta juga rindu
(dije)

Tangaerang, 20 Agustus 2014



Thursday, July 10, 2014

Tengadang Tangan untuk Indonesia dan Gaza

Bismillahirrahmanirrahiim...

Hari ini 11 Ramadhan 1435H atau bertepatan dengan 9 Juli 2014. Mungkin tanggal ini akan tercatat baik-baik oleh sejarah bahwa bangsa Indonesia tengah melakukan pemilihan calon pemimpin negeri ini untuk 5 tahun ke depan.  Beberapa minggu lamanya kedua kubu melakukan kampanye mengenai visi, misi, serta janji-janji yang mereka ikatkan pada rakyat ini, janji-janji di mana Allah menyertai menjadi saksi didalamnya. Di tambah pendukung dari kedua kubu yang saling menghujat, saling menjatuhkan, ataupun saling mengelu-elukan diri. Demokrasi penuh pergulatan. Keruh.

Tak terpungkiri, politik memang penuh dengan intrik. Sangat merindu perpolitikan Islam dahulu di mana kejujuran dan keamanahan bernomor wahid didalamnya karena mereka terus berpikir panjang atas hidup yang sesungguhnya di alam sana, bukan pada dunia yang selalu bersendagurau ini. Islam sebagai rahmatan lil alamiin juga mau tidak mau mengambil peran di dalamnya, walaupun hati kita mungkin sudah sering tersayat melihat pihak yang benar dituding sedangkan yang salah di elu-elukan layaknya bintang idola.

Wahai negeri, yang katanya berpenduduk muslim terbesar di dunia, di mana iman, di mana akidah jika semua bisa dibeli dengan tumpukan kertas yang dapat memperkaya diri?

Wahai negeri, yang katanya berpenduduk muslim terbesar di dunia, semudah itukah merobohkan keidealismean diri terhadap sesuatu yang bersifat sementara, tak kekal abadi?

Wahai negeri, apakah pondasi agama kini telah tergantikan hanya dengan sebuah kata bernama nafsu? 

Seperti kejadian hari ini tentang perhitungan cepat pemilihan pemimpin negeri. Umat dibingungkan dengan berbagai pilihan berita. Mana yang benar, mana yang dusta, semua berada di jalur abu-abu. Hanya Dzat pencipta warna abu-abu tersebut  yang Maha Tahu mengenai kebenaran. Kebenaran yang masih terkunci, belum Dia luapkan. Dan bahkan perhitungan suara presiden pun masih dikotori oleh suapan-suapan tumpukan kertas... Allah...

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahiim... kasihani dan sayangi Indonesia dengan rahmat-Mu... Mungkin jiwa kami yang masih jauh dari Dzat-Mu hingga negeri ini senantiasa ‘berkabut’. Kami mohon ya Allah..ampuni kami  atas ibadah-ibadah kami yang masih jauh dari kekhusyuan.. atas niat-iat perbuatan yang kami lakukan yang hanya bertujuan mengejar dunia... Kami mohon ampun ya Allah atas kesombongan diri yang sering menghinggapi tanpa menyadari semua hanya titipanMu... dan Kami mohon ampun ya Allah atas rasa bangga terhadap amal-amal kami yang padahal ia hanya bernilai bagai debu-debu beterbangan dihadapan-Mu...

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahiim... kami sangat rindu sosok pemimpin layaknya Umar bin Khatab yang matanya sulit terpejam selama ia tahu masih ada rakyatnya yang meronta kelaparan... kami sangat rindu pada sosok pemimpin seperti Abu Bakar Shiddiq yang sangat tawaddu dalam memimpin negeri.. begitupun kami sangat rindu pada sosok Ustman pemimpin yang dermawan juga Ali bin Ani Thalib dengan kapasitas kecerdasannya sebagai pemimpin...

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahiim... kami sangat merindu pertolonganMu untuk negeri ini.. Tolong ya Rabb.. pilihkan kami pemimpin yang lebih dekat pada taqwa.. yang terus menerus memikirkan kondisi rakyat yang masih kelaparan dan terkungkung dalam kebodohan...

Ya Allah.. kami pun tidak putus berdo’a di sini.. tanpa bosan mengulang-ulang do’a kami.. karena kami hanya bisa mengandalkan senjata utama ini setelah peluh ikhtiar sudah kami tunaikan. Seperti do’a Rasulullah dalam salah satu peperangan.. ketika beliau sudah tidak sanggup menghadapi tentara kafir yang jumlahnya berlipat-lipat dari pasukan Islam...dan beliau hanya mengandalkan senjata utama ini..mengangkat tangan pada langit seraya berucap “Ya Allah, sungguh jika Engkau tidak memenangkan umat-Mu ini, maka Kau tidak akan temui satu jiwa pun yang beribadah pada-Mu...” Do’a pengguncang arasy  dan akhirnya Engkau izinkan kemenangan akan umat-Mu..

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahiim... yang kami yakini bahwa Dzat-Mu selalu berpihak pada kebenaran.. tunjukkan pada kami bahwa kejujuran ada pada pihak yang benar, sedangkan dusta ada pada pihak yang bathil. Menangkan kebenaran di sisi-Mu ya Rabb.. Karuniai kami pemimpin yang berpihak pada agama-Mu..dan selamatkan umat-Mu...

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahiim.. pun di belahan dunia Gaza, hati kami sangat tersayat sembilu  melihat nya.. dan jiwa kami masih terkungkung di negeri ini menikmati pesta demokrasi yang semakin keruh.. Sementara di Gaza, negeri tersebut menjadi keruh karena darah tertumpah.. anak-anak kecil penghafal Qur’an banyak terenggut nyawanya.. dan bahkan shalat pun menjadi 6 waktu untuk dikerjakan tertambahi shalat jenazah.. men-shalatkan jiwa-jiwa syahid perindu syurga-Mu...Ya Rabb, selamatkan Gaza.. Lindungi saudara-saudara kami.. luluhlantahkan pasukan keji Israel dengan kekuasaan-Mu Allah...

Sungguh ya Allah..tiada ikhwal yang sulit bagiMu.. jika Engkau telah berkehendak...

Memasuki hari ke-12 Ramadhan, mari makin rapatkan jemari untuk berdo’a...selipkan barisan doa untuk Gaza dan Indonesia.. agar Gaza terselamatkan dan juga agar real count KPU melakukan perhitungan tanpa manipulasi dan terhindar dari kecerobohan.. agar Indonesia di anugerahi pemimpin yang terbaik menurut pandanganNya... dan percayalah kekuatan do’a masih bisa mengubah takdir satu ke takdir lainnya...takdir yang buruk ke takdir yang baik...

Aamiin...



“Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada diri-Ku.” (Hadis Qudsi).


“Dan Tuhan-mu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu...” 
(Q.S. Al Mu’min: 60)


Dari Ibnu Abbas Rahimahullah:
Jika Allah meridhai sebuah bangsa, Allah akan jadikan orang terbaik sebagai pemimpin mereka dan sebaliknya jika Allah murka maka Allah akan timpakan pemimpin terburuk dari mereka.

~Dije~
9 Juli 2014

Belajar dari Bapak Taxi

Sabtu kemarin tepatnya 29 Juni 2014 adalah jadwal pemotretan Jeeva. Setelah berdiskusi dengan tim, akhirnya kami memutuskan milih masjid walikota Depok sebagai lokasi pemotretran kali ini disebabkan karena tempatnya yang sunyi jauh dari keramaian. Malam sebelum pemotretan, saya sibuk mencari siapa gerangan yang bisa mengantar ke Depok karena tidak mungkin saya pergi seorang diri naik kereta dengan perlengkapan barang yang cukup banyak harus dibawa. Menyetir mobil tidak mungkin karena saya belum memiliki kemampuan juga keberanian untuk melakukannya. Ayah yang biasanya setia mengantar, ketika itu sedang kelelahan. Akhirnya mencoba menelpon tetangga sekitar, mereka pun tidak ada yang bisa. Jam menunjukkan pukul 22.00 dan saya masih kebingungan sementara jadwal pemotretan tidak bisa diundur. Akhirnya tercetus ide untuk memanggil taxi. Saya putar nomor telpon yang dituju, alhamdulillah taxi yang dipesan bisa memenuhi permintaan saya.

Keesokannya pukul 06.30 taxi yang dipesan pun tiba. Terlihat seorang bapak usia 30-tahunan membantu saya memasukkan barang-barang perlengkapan pemotretan. Taxi pun meluncur menuju menuju Depok. Biasanya kalau lancar, perjalanan yang ditempuh sekitar 1 jam-an. Hari itu sabtu pagi dan saya sangat berharap jalanan lengang untuk dilalui. Sepanjang perjalanan saya mengajak si bapak “ngobrol” sepanjang jalan. Kebiasaan yang memang biasa saya lakukan jika bepergian dengan taxi. Biasanya saya ajak berkenalan lalu saya bertanya-tanya tentang keluarga si supir taxi. Entahlah saya selalu menikmati momen itu karena setiap cerita yang mereka sampaikan selalu menyibak hikmah kehidupan yang sifatnya sederhana namun syarat makna.

“Pak maaf ya Pak harus nunggu dulu soalnya tadi saya belum siap, taxi udah dateng duluan hehe...” ujar saya membuka percakapan.

“Oiya ndak apa-apa mba, santai saja.” Jawab beliau dengan logat jawanya yang kental.

Taxi terus melaju dan kami pun terlibat diskusi-diskusi ringan didalamnya mulai dari keluarga hingga politik negeri ini. Ada satu bagian diskusi yang paling saya suka dari si bapak taxi ini saat beliau menceritakan tentang keluarganya.

“Pak asli mana ya? Orang Jawa?”

“Saya asli Jawa Tengah mbak.. Kalo mbaknya asli mana?”

“Hoo saya lahirnya di Sulawesi Selatan Pak, tapi dari TK udah tinggal di Jakarta. 
Mungkin bisa dibilang cuma numpang lahir di sana kali ya, hehe.. Kalau istrinya asli mana? Orang Jawa jugakah? Beda berapa tahun pak sama istri?”

“Istri sama mbak, asli Jawa Tengah juga. Saya sama istri bedanya lumayan jauh sekitar 11 tahun.”

“Waaah jauh juga ya Pak beda umurnya. Terus itu masalah ga Pak di komunikasi? Maksud saya masih bisa “nyambung” kan ya?

Terdengar si Bapak taxi agak tertawa mendengar pertanyaan saya barusan.

“Haha.. itulah mbak enaknya kalau beda usianya jauh. Jadi gimana ya karena beda usianya jauh, istri ke saya jadi benar-beanr menghormati dan sayanya yang lebih ngemong ke dia. Dulu saya butuh waktu 2 tahun untuk mendekati istri saya. Karena dulu dia boro-boro ya mau sama saya hahaha... Tapi itulah setiap keputusan yang saya ambil, saya selalu komunikasikan ke Allah lewat istikharah saya. Saya selalu minta sama Gusti Allah.. Ya Allah anugerahi hamba pasangan hidup yang terbaik dari sisiMu. Itu do’a yang terus-menerus saya minta ke Allah. Karena saya kalau menjalin hubungan dengan wanita tidak mungkin main-main, tujuannya ke pernikahan.

Saya makin asyik mendengar penjelasan si Bapak. “Terus pak kelanjutannya?”

“Ya alhamdulillah, akhirnya dimudahkan Gusti Allah. Sampai sekrang saya selalu bersyukur karena memang istri saya yang sekarang adalah benar-benar pilihan yang terbaik dari Allah. Saking sayangnya ke istri, mungkin istilah kata saya nggak rela kalau ada nyamuk nge-gigit istri saya mbak. Sampai segitunya mbak hehe... Lalu sedikit cerita ya mbak, keluarga saya itu di kampung. Ya kalo dari kehidupan ekonomi memang pas-pasan ya. Tapi saya merasa bahwa dari kehidupan saya dibanding dengan saudara-saudara kandung saya, saya seperti merasa yang paling bahagia. Sebulan sekali itu saya pasti pulang kampung jenguk istri dan anak-anak saya. Saya selalu suka waktu saat kita kumpul makan bareng. Kadang istri saya yang punya dua tangan, harus nyuapi saya sama dua anak laki-laki saya. Bisa kebayangkan mbak, gimana repotnya satu tangan nyuapi 3 mulut hehe.. Kadang suka bercanda, si bungsu protes “ih ibu ko Bapak mulu yang disuapin? Lalu gantian nanti saya juga protes “wah curang nih si Mas mulu yang disuapin, bapak dianggurin... Nah momen-momen kayak gitu mbak, sederhana ya tapi saya selalu merasa bahagia kumpul dengan keluarga saya. Merasa paling bahagia..

Saya yang duduk di jok belakang merasa haru dan mengulum senyum lalu berujar dalam hati “bahagia itu sederhana ya Pak...”

“Wah seru banget ya pak. Oh iya ngomomg-ngomong Pak kalau boleh tau, apa sih yang bikin bapak pada akhirnya memilih istri bapak? Wah pasti cantik deh istrinya hihihi....”

“Owalah mbak kalau buat saya apalah arti cantik itu, karena seiring bertambahnya usia cantik juga akan luntur kan ya. Saya liat akhlaknya. Orangnya baik sekali, itu yang bikin saya klepek-klepek hehehe... Tapi saya merasa sangat bersyukurlah mendapat istri yang alhamdulillah kalau saya bilang sangat shalihah. Sholat sangat rajin juga mengajinya. Ya pokoknya sesuai do’a istikharah saya tadi, benar-benar yang terbaik pilihan gusti Allah...”

Sempat di tengah perbiincangan kami handphone si Bapak taxi menyala dan itu dari istrinya. Si Bapak pun berujar “Mbak, maaf saya ada telepon dari istri saya, saya tak angkat dulu ya mbak...”

“oh iya Pak, silahkan...” sambil saya membatin... sopan sekali si Bapak ini. Kalau supir taxi yang pernah saya temui jika ada telpon masuk, mereka langsung angkat saja tanpa minta izin penumpangnya. Lalu si Bapak berbicara dalam bahasa Jawa yang mungkin kurang lebih kalau saya pahami “Telponnya nanti saja ya dek, ini lagi ada penumpang soalnya.” Saya kembali membatin, wah kenapa tidak dilanjutkan saja pembicaraannya. Apa memang itu rules dari perusahaan taxi si Bapak atau kemungkinan lain beliau ingin benar-benar menghormati tiap penumpang yang ada di taxi-nya. Entahlah.

Perjalanan pagi itu lancar jaya. Taxi pun akhirnya memasuki kota Depok tercinta. Pembicaraan kami terus berlanjut. Dan rupa-rupanya si Bapak sangat suka dunia bisnis. Pernah beliau 2x bisnis tapi akhirnya bangkrut.

“Ya gitulah mbak...tapi saya suka banget sama bisnis, ini mbak nya bisnis apa toh?” Akhirnya saya jelaskan sekelumit tentang Jeeva. “Wah boleh nih saya jualin produknya mbak ya ke istri saya hahahaa..” Diskusi terus berlanjut dan tampak makin seru. Sesampainya di masjid walikota Depok akhirnya kami bertukar no.HP karena si Bapak taxi kepikiran dengan istrinya untuk dicarikan pekerjaan sampingan a.k.a berjualan. Ketika turun, saya pun kebingungan bagaimana cara membawa barang-barang yang cukup banyak ini ke dalam lokasi. Jaraknya lumayan jauh. Kalau saya bolak-balik mungkin bisa 3 kali. Akhirnya si Bapak langsung dengan sigak menawarkan bantuan “Mbak sini tak bantu angkat barang-barangnya ya, mbak bawa yang ringan-ringan aja, biar saya yang bawa sisanya.” Sampai lokasi, saya membayar fee taxi. Kami pun berpisah.

Ya pagi itu sarat akan makna bagi saya. Melihat akhlak si bapak yang sangat manis ke keluarganya juga ke orang-orang yang beliau temui. Sangat santun. Kepasrahannya bahkan saat berdo’a “Ya Gusti Allah, anugerahi hamba, apa-apa yang terbaik dari sisi-Mu” melalui istikharahnya.

Teringat salah satu hadits:

Tidak akan rugi orang yang istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang musyawarah.” (HR. Aththabrani).

Pagi ini Allah kembali menunjukkan ke-Maha Besar-anNya atas segala janjiNya. Saya sangat yakin si Bapak yang berakhlak sangat santun itu pada akhirnya Allah takdirkan berpasangan dengan perempuan yang juga berakhlak madu. Yang bagi beliau benar-benar anugerah terbaik dalam hidupnya. Maka yang baik akan bertemu dengan yang baik dan sebaliknya yang keji akan bertemu dengan  yang keji. 

Orang-orang “se-frekuensi” pasti Allah pertemukan. Mudah-mudahan kita pun digolongkan mampu menjadi hamba-hamba yang berpasrah ketika peluh ikhtiar sudah kita lakukan, dan berdo’a dalam gelap malam penuh kepasrahan...

“Ya Allah, anugerahilah kami atas apa-apa yang terbaik dari sisi-Mu, sungguh Kau Maha Mengetahui sedangkan kami tidak tahu apa-apa.”

Semoga Ramadhan ini mengajak kita untuk terus merapatkan jejari kita ketika berdo’a, menengadahkan tangan dengan meminta penuh harap juga cemas yang berujung pada kepasrahan pada-Nya. Saat pintu-pintu langit dibuka dan syeitan tengah terbelenggu di Ramadhan ini, semoga do’a-do’a kita yang berujung kepasrahan akan Allah jawab melalui skenario cinta-Nya. Tanpa memaksakan kehendak kita pada-Nya.


Takdir-Nya pasti yang terbaik bagi kaum yang meminta penuh kepasrahan.
------------------------------------------------------------------------------------------ “Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (Q.S. Ath-Talaq: 3)



~Puisi untuk Mimil~

Aku sedang menengadah menatap langit malam ini. Kau tahu, langit sedang kelam seakan ia menyembunyikan panorama bintang bulan  dari tatapan manusia malam ini.  Saat ini aku yakin ada satu jiwa wanita yang menunggu dengan gusar untuk menyambut datangnya rumah barakah yang semuanya terawali dari ucapan calon  imam pengguncang kerajaan Tuhan.

Kau tahu, malam ini pun seakan aku bisa  merasakan gusar itu. Namun tenang cinta, semua akan baik-baik saja  pada hitungan dua hari ke depan. Yakinlah bahwa Tuhan kita Yang Maha Penyayang sudah merancangnya dengan sangat sempurna. Jadi tenanglah.


Pada hari di mana dua jiwa yang berada dalam dua tubuh anak Adam yang berbeda akan disatukan melalui ikrar suci pengguncang kerajaan Tuhan. Dan pada hitungan waktu tersebut, aku tahu dunia seakan memaksamu ntuk tunduk dan taat pada titah seorang lelaki terbaik yang telah kau putuskan untuk memulai ceritera madu cinta dengannya.


Cinta kadang kita temui ia berwarna warni.  Kadang memerah merona karena berbahagia.  Namun adakalanya ia berwarna biru kelabu.  Namun apapun guratan warna pada cinta yang sedang kalian jejaki, bagimu titahnya tetap bernomor wahid sebagai penghambaan kesetiaan pada Tuhan.


Aku tahu pada hitungan beberapa gontai waktu ke depan akan ada lelah juga penat saat kau melayaninya dan juga mendidik  para malaikat kecilmu. Nmaun semoga titik-titik barakah itu selalu kau temui dalam tiap lelah juga penatmu. Berjanjilah bahwa kau hanya sudi menambatkan lelah dan penat pada zamrud syurgaNya.


Hei, kau tahu entah kenapa malam ini ada bongkahan di sudut ruang hatiku yang terasa hilang. Aku tidak mampu menamakannya apa namun seperti ada sesuatu yang pergi terbang mengangkasa pada langit.

Aku tahu esok semuanya berubah sekejap.  Seluruh ketaatan juga waktumu akan berujung gontai utama pada sang imam.

Aku berdoa lamat-lamat dalam hati semoga masih tersisa ruang waktu antara aku dan kamu walau itu hanya untuk sekedar menanyakan kabar juga bercengkrama barang sejenak denganmu.  Kau tahu di sini aku merindukan memori di mana kita menghabiskan waktu pada malam-malam untuk bercerita warna-warni kehidupan kita. Dan kau selalu menjadi pendengar yang memilih kata setia untuk diam beberapa jenak mendengarkan keluh serta peluhklu. Dan aku juga merindu waktu di mana saat malam kita kelelahanhingga akhirnya  tidur bersama menguntai mimpi-mimpi dalam cahaya redup pelita.  Memori itu seakan berputar-putar di kepalaku dan akan terus aku jaga lamat-lamat dalam pikirku.  Dan aku tahu dalam waktu hitungan ke depan akan sulit bagiku juga bagimu untuk mengulangi memoar itu.

Aku kembali memandangi langit. Aaah seketika hati ini terkebas mengingatmu.  Andai saja kau ada di sini, ingin aku memberikan peluk hangat sebagai ungkapan rasa bahwa betapa  aku sangat menyayangimu karena Allah.

Teruntuk salah satu sahabat terindahku Fithratul Miladiyenti..
Walaupun saat ini langkahku tidak tersampai dikotamu, percayalah bahwa untai doa-doa tidak pernah aku kelu panjatkan pada Tuhan agar imanmu terus mendewasa seiring tumbuhnya rumah barakah yang mulai kau rajut dengannya.

Barakallahulaka wabaraka alayka wajama'i bainakuma fii khaiir..






Sepenuh cinta dan sayang
~dijee
-ditulis pada saat malam..sehari setelah akad menuju hari resepsi Mimil

Tangerang, 13 September 2013 

Saturday, March 15, 2014

Riuh Pesta Partai

Tahun 2014 di Indonesia merupakan tahun politik. Belakangan ini kita sering jumpai pemandangan, berita, ataupun obrolan mengenai isu-isu politik. Seperti hari ini saya pun menyaksikan pemandangan tersebut. Pagi-pagi buta di hari Sabtu ini saya terburu-buru harus segera menuju Depok untuk pemotretan JEEVA. Jarak Tangerang-Depok pun saya tempuh menggunakan kereta, lalu disambung dengan ojek untuk menuju lokasi pemotretan di sebuah perumahan di kota Depok.

“Bang kita ke GDC ya, ngebut ya bang, tolong banget karena saya ngejar waktu”, ujarku pada tukang ojek yang saya tumpangi.
Setelah kami bernegosiasi mengenai tarif, tukang ojek tersebut hanya mengangguk mantap. Tak banyak cakap, ia pun langsung mengendarai motornya dengan kecepatan kilat. Saya pun berpengan erat pada ujung besi belakang jok motor. Motor tersebut sangat kencang berlari. Memasuki komplek perumahan, kecepatan motor masih tinggi. Mungkin si bapak sangat paham atas kondisi saya yang tengah berburu dengan waktu. Sampai di pertengahan komplek, terlihat jalan padat merayap.
“wah ada apa nih, menghambat saja” batin saya dalam hati.

Sejauh mata memandang, saya menyaksikan beberapa parpol sedang berkampanye. Mempromosikan nama-nama caleg dari partai-partai mereka. Mau tidak mau saya bersama tukang ojek harus menunggu rombongan kampanye itu lewat. Wajah-wajah mereka terlihat bahagia. Bahkan ada satu mobil yang dihias sedemikian rupa dikususkan untuk para ibu yang sudah bermake-up dan mereka beryel-yel di sana. Heboh sekali. Cukup lama kami harus menunggu rombongan itu lewat. Saya pun nanar memandangi ini semua.


Dari tahun ke tahun, dari pemilu ke pemilu. Kita pasti ditawarkan beberapa calon legislatif sampai dengan calon presiden yang harus kita pilih. Warga masyarakat Indonesia masih memiliki pola yang sama, ada yang menggunakan hak suaranya dan ada juga yang memilih golput. Memberikan suara kita dalam pemilu adalah merupakan hak tiap warga negara.  Hanya sebatas pada hak, bukan kewajiban. Namun hak disini sifatnya adalah crucial. Mengapa saya katakan crucial? Karena satu suara kita akan sangat berpengaruh pada nasib Indonesia 5 tahun ke depan. Siapa yang memimpin Indonesia,keputusannya ada di hak-hak suara yang ada di dalam jiwa-jiwa kita.

Walaupun ketika kita pikir-pikir dan menimbang-nimbang, sepertinya jajaran calon pemimpin bangsa ini masih jauh dari ideal. Namun dibalik itu semua harusnya kita memberi apresiasi bagi jiwa-jiwa yang terpanggil untuk mempimpin Indonesia, karena bukanlah hal yang mudah memimpin sebuah negara yang ada didalamnya 200 juta lebih penduduk. Apakah ketika ada sodoran tersebut ke diri kita, lantas kita mau mengiyakan? Pasti kita akan berpikir ribuan kali bukan? Apapun niat yang ada di nurani para calon pemimpin negeri ini hanya Tuhan yang tahu. Tugas kita hanyalah menggunakan hak suara kita dengan sehat dan cerdas. Apakah kita rela bangsa ini dipimpin dengan orang yang jauh dari capable? Saya pribadi tidak terlalu suka dengan isu-isu politik, namun ketika masa pemilu tiba maka saya coba memaksa diri saya mengenali satu per satu calon pemimpin negeri ini. Sampai pada satu titik, saya memantapkan diri untuk memilihnya.

Banyak yang berpendapat, buat apa memilih toh pemimpin yang ditawarkan semuanya begitu, sama saja..mending golput saja! Tahukah kalian bahwa Pada 2009 Jumlah Golput tercatat 49.677.776 atau 29,1 persen, mengalahkan jumlah suara Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu yang hanya memperoleh 21.703.137 atau 20,85 persen dari total jumlah pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pemilu tahun lalu, jumlahnya hampir menuju angka 50 juta, dan mirisnya jika jumlah tersebut melebihi jumlah suara partai pemenang.

Entah apa yang melatarbelakangi golongan putih ini. Kekecewaan, rasa malas, atau yang lainnya kah? Ketika kecewa, sebenarnya memilih untuk tidak memberikan suara malah akan memberikan rasa kecewa yang jauh lebih dalam jika pemimpin yang terpilih pada akhirnya akan benar-benar mengecewakan masyarakat. Maka memilih dengan cerdas adalah sebuah solusi utama.

Ketika malas memberikan suara, maka kita tergolong kaum-kaum yang malas untuk berkontribusi bagi bangsa ini. Memberikan suara saja malas, bagaimana mau menjadi solusi bagi hiruk pikuk permasalahan bangsa ini? Maka memilih dengan cerdas adalah sebuah solusi utama.

Atau kadang ada yang berpendapat, satu suara di saya ketika saya golput sudahlah tidak signifikan pengaruhnya! Jika yang berpendapat seperti ini hanya 1 orang memang tidak signifikan berpengaruh, namun bayangkan ketika puluhan juta jiwa memiliki pendapat yang sama seperti itu! Maka harusnya puluhan jumlah suara yang  harusnya mampu menentukan arah siapa pemimpin negeri, menjadi fungsi-fungsi suara mati. Tak bertuan. Hanya terbang bersama angin.

Satu suara kita sangatlah berpengaruh bagi masa depan negeri ini 5 tahun mendatang. Janganlah menutup mata, telinga, juga akal terhadap ikhwal ini. Kita harus menjadi “jalan” terpilihnya pemimpin Indonesia yang jauh lebih baik walaupun pada faktanya masih banyak calon yang masih jauh dari kesempurnaan. Cobalah telaah satu per satu latar belakang apa, siapa, dan bagaimana sepak terjang mereka memimpin sebelumnya, karena biasanya gaya mereka memimpin akan membentuk suata pola kepemimpinan. Pilihlah yang amanah dan mengedepankan hati nurani dalam memimpin, walaupun jenis pemimpin ini hanya mampu kita hitung dengan jari jumlahnya di Indonesia. Bagaimana jika kriteria tersebut tidak ada pada calon-calon yang disodorkan pada kita? Pilihlah yang mendekati atau setidaknya pilihlah sosok yang memiliki partai yang credible menyokong di belakangnya.


Jangan hanya diam, cuek, dan masa bodo terhadap hak suara yang kita punya. Jika itu yang kita pilih, maka sesungguhnya seujung kuku pun kita tidak peduli terhadap masa depan bangsa ini. Bangsa Indonesia yang masih harus terus berbenah didalamnya, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama oleh pemimpin juga masyarakatnya. Harus bersinergi antara pemimpin dan yang dipimpin. Bagaimana agar sinerginya positif? Salah satunya ada di tangan pemimpin yang “tepat”.  Semoga pemimpin yang terpilih kelak, Allah berikan kekuatan mengemban amanah bangsa ini. Tunjukkan kepedulianmu terhadap bangsa ini, dengan memilih. Gunakan hak pilihmu dengan sehat dan cerdasJ Bismillah...







Tangerang, 15 Maret 2014

Panorama Pagi


 Aku terbangun dan menghirup udara
Menghentikan cerita mimpi malam yang tengah kurajut
Aku mencoba berdialog dengan jiwa
Memberi dogma-dogma bahwa hari ini adalah hari yang indah

Setiap awal hari kusambut dengan kebersyukuran
Adanya nikmat iman yang masih membimbing akal juga nurani
Adanya nikmat sehat untuk menjalani hari
Nikmat keluarga pemberi kehangatan

Pagi ini aku merasa lebih hidup dari sebelumnya
Akan kutuliskan lagi mimpi-mimpiku
Dan mencoba membawanya pada kerajaan langit
Di mana Sang Raja dari segala raja bersemayam di sana

Pagi ini indah
Kusambut dengan senyum merekah
Mari jalani hari dengan indah, jauhi gundah
Yakinlah selalu ada skenario romantis yang digurat oleh Dzat Yang Maha Indah

Terima kasih Allah,,, atas berlipat-lipat kebaikanMu,,, atas berlipat-lipat pertolonganMu sampai detik hari ini,,, tolong bimbin iman kami yang sering terseok-seok ini ya Rabb,, untuk tetap berketaatan padaMu,, hingga kami meninggalkan bumiMu,, dan semoga kami mampu memberikan sebanyak-banyaknya manfaat untuk agama dan umatmu,, sebelum catatan kehidupan kami akhiri.
Hasbunallah wani’mal wakil...ni’mal maula wani’manaasiiir...


Tangerang, 16 Maret 2014







Berbenah Pada yang Awal

"Andai perjuangan ini mudah, pasti ramai yang menyertainya...

Andai perjuangan ini singkat, pasti ramai yang istiqamah...

Andai perjuangan ini menjanjikan kesenangan dunia, pasti ramai orang yang tertarik padanya...

Tetapi hakikat perjuangan bukanlah begitu, turun naiknya sakit pedihnya, umpama kemanisan yang tidak terhingga...

Andai rebah, bangkitlah semula. Andai terluka, ingatlah janjiNYA."
(Imam Hasan Al Banna)


Beberapa bait tulisan Hasan Al-Banna di atas adalah salah satu rentetan kata yang melecutkan semangat ketika di tengah-tengah ikhtiar saya pribadi sedang mulai melemah. Yup masing-masing dari kita pasti memiliki cita, mimpi, harapan atau istilah lain yang sejenis. Pasti dibutuhkan ikhtiar sekeras baja untuk mencapainya. Tidak pernah kita temui kamus kehidupan bagi orang yang ongkang-ongkang kaki ataupun bermalas-malasan berujung pada cerita manis. Semua pasti ada yang dikorbankan, ada yang diperjuangkan.

Namun sebelum menuju ke arah itu semua, sebenarnya ada satu poin penting yang ini menjadi sumber dari segala sumber. Ia terletak di bagian depan. Ikhwal ini yang pertama kali diperiksa olehNya ketika kita dikembalikan padaNya kelak. Hanya satu kata sederhana: NIAT.

Selalu teringat pada pesan Rasulullah.. Innamal a’malu binniyat. Sesungguhnya segala amalan itu tergantung pada niatnya. Niat, kata sederhana namun pada proses yang kita lalui ia kadang sangat mampu berbelok. Maka ketika hendak melakukan sesuatu hendaknya bertafakurlah sejenak, berdialog dengan Tuhan maupun diri sendiri, periksa dan periksa, apa niat saya melakukan ini semua? Semoga selalu ada kebaikan dalam niat perbuatan yang kita lakukan kemarin, saat ini, dan di masa mendatang. Dan semoga kebaikan itu selalu ada untuk agama, keluarga, dan umat, bukan hanya berfokus pada kebaikan untuk diri kita sendiri. 

Ketika sedang lelah berikhtiar dan merasa “niat” sedang berbelok arah, tak lagi sama dengan niatan awal. Maka bertafakurlah sejenak. Telisik lagi niat di awal, samakan frekuensinya dengan niat di tengah proses yang sedang kita lalui. Berbenah niat, bukanlah suatu hal yang mudah. Pasti akan banyak goda duniawi di dalamnya. Maka sungguh beruntung orang-orang yang selalu berbenah niat di awal, di tengah, hingga akhir perbuatannya dalam mewujudkan mimpi-mimpinya.

Semoga DzatNya senantiasa membimbing nurani kita untuk terus berbenah niat. Semoga.