Sabtu kemarin tepatnya 29 Juni 2014 adalah jadwal pemotretan Jeeva. Setelah berdiskusi dengan tim, akhirnya kami memutuskan milih masjid walikota Depok sebagai lokasi pemotretran kali ini disebabkan karena tempatnya yang sunyi jauh dari keramaian. Malam sebelum pemotretan, saya sibuk mencari siapa gerangan yang bisa mengantar ke Depok karena tidak mungkin saya pergi seorang diri naik kereta dengan perlengkapan barang yang cukup banyak harus dibawa. Menyetir mobil tidak mungkin karena saya belum memiliki kemampuan juga keberanian untuk melakukannya. Ayah yang biasanya setia mengantar, ketika itu sedang kelelahan. Akhirnya mencoba menelpon tetangga sekitar, mereka pun tidak ada yang bisa. Jam menunjukkan pukul 22.00 dan saya masih kebingungan sementara jadwal pemotretan tidak bisa diundur. Akhirnya tercetus ide untuk memanggil taxi. Saya putar nomor telpon yang dituju, alhamdulillah taxi yang dipesan bisa memenuhi permintaan saya.
Keesokannya pukul 06.30 taxi yang dipesan pun tiba. Terlihat seorang bapak usia 30-tahunan membantu saya memasukkan barang-barang perlengkapan pemotretan. Taxi pun meluncur menuju menuju Depok. Biasanya kalau lancar, perjalanan yang ditempuh sekitar 1 jam-an. Hari itu sabtu pagi dan saya sangat berharap jalanan lengang untuk dilalui. Sepanjang perjalanan saya mengajak si bapak “ngobrol” sepanjang jalan. Kebiasaan yang memang biasa saya lakukan jika bepergian dengan taxi. Biasanya saya ajak berkenalan lalu saya bertanya-tanya tentang keluarga si supir taxi. Entahlah saya selalu menikmati momen itu karena setiap cerita yang mereka sampaikan selalu menyibak hikmah kehidupan yang sifatnya sederhana namun syarat makna.
“Pak maaf ya Pak harus nunggu dulu soalnya tadi saya belum siap, taxi udah dateng duluan hehe...” ujar saya membuka percakapan.
“Oiya ndak apa-apa mba, santai saja.” Jawab beliau dengan logat jawanya yang kental.
Taxi terus melaju dan kami pun terlibat diskusi-diskusi ringan didalamnya mulai dari keluarga hingga politik negeri ini. Ada satu bagian diskusi yang paling saya suka dari si bapak taxi ini saat beliau menceritakan tentang keluarganya.
“Saya asli Jawa Tengah mbak.. Kalo mbaknya asli mana?”
“Hoo saya lahirnya di Sulawesi Selatan Pak, tapi dari TK udah tinggal di Jakarta.
Mungkin bisa dibilang cuma numpang lahir di sana kali ya, hehe.. Kalau istrinya asli mana? Orang Jawa jugakah? Beda berapa tahun pak sama istri?”
“Istri sama mbak, asli Jawa Tengah juga. Saya sama istri bedanya lumayan jauh sekitar 11 tahun.”
“Waaah jauh juga ya Pak beda umurnya. Terus itu masalah ga Pak di komunikasi? Maksud saya masih bisa “nyambung” kan ya?
Terdengar si Bapak taxi agak tertawa mendengar pertanyaan saya barusan.
“Haha.. itulah mbak enaknya kalau beda usianya jauh. Jadi gimana ya karena beda usianya jauh, istri ke saya jadi benar-beanr menghormati dan sayanya yang lebih ngemong ke dia. Dulu saya butuh waktu 2 tahun untuk mendekati istri saya. Karena dulu dia boro-boro ya mau sama saya hahaha... Tapi itulah setiap keputusan yang saya ambil, saya selalu komunikasikan ke Allah lewat istikharah saya. Saya selalu minta sama Gusti Allah.. Ya Allah anugerahi hamba pasangan hidup yang terbaik dari sisiMu. Itu do’a yang terus-menerus saya minta ke Allah. Karena saya kalau menjalin hubungan dengan wanita tidak mungkin main-main, tujuannya ke pernikahan.
Saya makin asyik mendengar penjelasan si Bapak. “Terus pak kelanjutannya?”
“Ya alhamdulillah, akhirnya dimudahkan Gusti Allah. Sampai sekrang saya selalu bersyukur karena memang istri saya yang sekarang adalah benar-benar pilihan yang terbaik dari Allah. Saking sayangnya ke istri, mungkin istilah kata saya nggak rela kalau ada nyamuk nge-gigit istri saya mbak. Sampai segitunya mbak hehe... Lalu sedikit cerita ya mbak, keluarga saya itu di kampung. Ya kalo dari kehidupan ekonomi memang pas-pasan ya. Tapi saya merasa bahwa dari kehidupan saya dibanding dengan saudara-saudara kandung saya, saya seperti merasa yang paling bahagia. Sebulan sekali itu saya pasti pulang kampung jenguk istri dan anak-anak saya. Saya selalu suka waktu saat kita kumpul makan bareng. Kadang istri saya yang punya dua tangan, harus nyuapi saya sama dua anak laki-laki saya. Bisa kebayangkan mbak, gimana repotnya satu tangan nyuapi 3 mulut hehe.. Kadang suka bercanda, si bungsu protes “ih ibu ko Bapak mulu yang disuapin? Lalu gantian nanti saya juga protes “wah curang nih si Mas mulu yang disuapin, bapak dianggurin... Nah momen-momen kayak gitu mbak, sederhana ya tapi saya selalu merasa bahagia kumpul dengan keluarga saya. Merasa paling bahagia..
Saya yang duduk di jok belakang merasa haru dan mengulum senyum lalu berujar dalam hati “bahagia itu sederhana ya Pak...”
“Wah seru banget ya pak. Oh iya ngomomg-ngomong Pak kalau boleh tau, apa sih yang bikin bapak pada akhirnya memilih istri bapak? Wah pasti cantik deh istrinya hihihi....”
“Owalah mbak kalau buat saya apalah arti cantik itu, karena seiring bertambahnya usia cantik juga akan luntur kan ya. Saya liat akhlaknya. Orangnya baik sekali, itu yang bikin saya klepek-klepek hehehe... Tapi saya merasa sangat bersyukurlah mendapat istri yang alhamdulillah kalau saya bilang sangat shalihah. Sholat sangat rajin juga mengajinya. Ya pokoknya sesuai do’a istikharah saya tadi, benar-benar yang terbaik pilihan gusti Allah...”
Sempat di tengah perbiincangan kami handphone si Bapak taxi menyala dan itu dari istrinya. Si Bapak pun berujar “Mbak, maaf saya ada telepon dari istri saya, saya tak angkat dulu ya mbak...”
“oh iya Pak, silahkan...” sambil saya membatin... sopan sekali si Bapak ini. Kalau supir taxi yang pernah saya temui jika ada telpon masuk, mereka langsung angkat saja tanpa minta izin penumpangnya. Lalu si Bapak berbicara dalam bahasa Jawa yang mungkin kurang lebih kalau saya pahami “Telponnya nanti saja ya dek, ini lagi ada penumpang soalnya.” Saya kembali membatin, wah kenapa tidak dilanjutkan saja pembicaraannya. Apa memang itu rules dari perusahaan taxi si Bapak atau kemungkinan lain beliau ingin benar-benar menghormati tiap penumpang yang ada di taxi-nya. Entahlah.
Perjalanan pagi itu lancar jaya. Taxi pun akhirnya memasuki kota Depok tercinta. Pembicaraan kami terus berlanjut. Dan rupa-rupanya si Bapak sangat suka dunia bisnis. Pernah beliau 2x bisnis tapi akhirnya bangkrut.
“Ya gitulah mbak...tapi saya suka banget sama bisnis, ini mbak nya bisnis apa toh?” Akhirnya saya jelaskan sekelumit tentang Jeeva. “Wah boleh nih saya jualin produknya mbak ya ke istri saya hahahaa..” Diskusi terus berlanjut dan tampak makin seru. Sesampainya di masjid walikota Depok akhirnya kami bertukar no.HP karena si Bapak taxi kepikiran dengan istrinya untuk dicarikan pekerjaan sampingan a.k.a berjualan. Ketika turun, saya pun kebingungan bagaimana cara membawa barang-barang yang cukup banyak ini ke dalam lokasi. Jaraknya lumayan jauh. Kalau saya bolak-balik mungkin bisa 3 kali. Akhirnya si Bapak langsung dengan sigak menawarkan bantuan “Mbak sini tak bantu angkat barang-barangnya ya, mbak bawa yang ringan-ringan aja, biar saya yang bawa sisanya.” Sampai lokasi, saya membayar fee taxi. Kami pun berpisah.
Ya pagi itu sarat akan makna bagi saya. Melihat akhlak si bapak yang sangat manis ke keluarganya juga ke orang-orang yang beliau temui. Sangat santun. Kepasrahannya bahkan saat berdo’a “Ya Gusti Allah, anugerahi hamba, apa-apa yang terbaik dari sisi-Mu” melalui istikharahnya.
Teringat salah satu hadits:
“Tidak akan rugi orang yang istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang musyawarah.” (HR. Aththabrani).
Pagi ini Allah kembali menunjukkan ke-Maha Besar-anNya atas segala janjiNya. Saya sangat yakin si Bapak yang berakhlak sangat santun itu pada akhirnya Allah takdirkan berpasangan dengan perempuan yang juga berakhlak madu. Yang bagi beliau benar-benar anugerah terbaik dalam hidupnya. Maka yang baik akan bertemu dengan yang baik dan sebaliknya yang keji akan bertemu dengan yang keji.
Orang-orang “se-frekuensi” pasti Allah pertemukan. Mudah-mudahan kita pun digolongkan mampu menjadi hamba-hamba yang berpasrah ketika peluh ikhtiar sudah kita lakukan, dan berdo’a dalam gelap malam penuh kepasrahan...
“Ya Allah, anugerahilah kami atas apa-apa yang terbaik dari sisi-Mu, sungguh Kau Maha Mengetahui sedangkan kami tidak tahu apa-apa.”
Semoga Ramadhan ini mengajak kita untuk terus merapatkan jejari kita ketika berdo’a, menengadahkan tangan dengan meminta penuh harap juga cemas yang berujung pada kepasrahan pada-Nya. Saat pintu-pintu langit dibuka dan syeitan tengah terbelenggu di Ramadhan ini, semoga do’a-do’a kita yang berujung kepasrahan akan Allah jawab melalui skenario cinta-Nya. Tanpa memaksakan kehendak kita pada-Nya.
Takdir-Nya pasti yang terbaik bagi kaum yang meminta penuh kepasrahan.
------------------------------------------------------------------------------------------ “Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (Q.S. Ath-Talaq: 3)
No comments:
Post a Comment